TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam peringatan
Hari Pendidikan Nasional tahun 2018 ini mengambil
tema “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan”.
Sehingga sesuai tema tersebut, dalam pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mudhajir Effendy yang diunggah di laman resmi Kemdikbud: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/04/pidato-menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-dalam-peringatan-hari-pendidikan-nasional-2018, agar Hari Pendidikan tahun 2018 ini dijadikan momentum untuk merenungkan hubungan erat antara pendidikan dan kebudayaan sebagaimana tecermin dalam ajaran, pemikiran, dan praktik pendidikan yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara.
"Peringatan
Hari Pendidikan Nasional kali ini juga kita jadikan momentum untuk melakukan muhasabah, mesu budi, atau refleksi terhadap usaha-usaha yang telah kita perjuangkan di bidang pendidikan. Dalam waktu yang bersamaan kita menerawang ke depan atau membuat proyeksi tentang pendidikan nasional yang kita cita-citakan," tulisnya dalam pidato tersebut.
Ia menambahkan pendidikan juga harus menyiapkan tenaga technocraft, tenaga terampil dan kreatif, yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap perubahan dunia kerja yang kian cepat dan memiliki kemampuan berpresisi tinggi untuk mengisi teknostruktur sesuai dengan kebutuhan.
Meskipun demikian, pihaknya juga mengakui bahwa belum semua wilayah tersentuh pembangunan insfrastruktur yang bisa menjadi sabuk pendidikan dan kebudayaan dalam ikatan keindonesiaan.
"Oleh karena itu, pada tahun-tahun mendatang pemerintah akan memberikan prioritas pembangunan infrastruktur pada daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) agar wilayah-wilayah tersebut terintegrasi dan terkoneksi ke dalam layanan pendidikan dan kebudayaan," imbuhnya.
Guru, orang tua, dan masyarakat juga harus menjadi sumber kekuatan untuk memperbaiki kinerja dunia pendidikan dan kebudayaan dalam menumbuhkembangkan karakter dan literasi anak-anak
Indonesia.
Tripusat pendidikan tersebut menurutnya harus secara simultan menjadi lahan subur tempat persemaian nilai-nilai religius, kejujuran, kerja keras, gotong-royong, dan seterusnya bagi para penerus kedaulatan dan kemajuan bangsa.
Tantangan eksternal juga muncul yaitu Revolusi Industri 4.0 yang bertumpu pada cyber-physical system yang telah mengubah peri kehidupan masyarakat.
Artificial intelligence, internet of things, 3D printing, robot, dan mesin-mesin cerdas secara besar-besaran menggantikan tenaga kerja manusia.
Kecepatan dan ketepatan menjadi kunci dalam menghadapi gelombang perubahan tersebut, juga kemampuan dalam beradaptasi dan bertindak gesit.
"Oleh karena itu, mau tidak mau dunia pendidikan dan kebudayaan pun harus terus-menerus menyesuaikan dengan dinamika tersebut. Cara lama tak mungkin lagi diterapkan untuk menanggapi tantangan eksternal. Reformasi sekolah, peningkatan kapasitas, dan profesionalisme guru, kurikulum yang hidup dan dinamis, sarana dan prasarana yang andal, serta teknologi pembelajaran yang mutakhir, menjadi keniscayaan pendidikan kita," katanya.
Ia mengajak semua pihak bergandeng tangan, bahu-membahu, bersinergi memikul tanggung jawab bersama dalam menguatkan pendidikan.
Selain jalur pendidikan formal yang telah berhasil mendidik lebih dari 40 Juta
anak, pendidikan nonformal juga telah banyak memberikan andil dalam mencerdaskan bangsa.
"Pendidikan harus dilakukan secara seimbang oleh tiga jalur, baik jalur formal, nonformal, maupun informal. Ketiganya diposisikan setara dan saling melengkapi. Masyarakat diberi kebebasan untuk memilih jalur pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian besar dalam meningkatkan ketiga jalur pendidikan tersebut," pungkasnya. (*)